Pringsewu, Arina Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang di dalamnya termaktub firman-firman Allah yang penuh dengan keberkahan. Al-Qur’an mampu memberi keberkahan dan syafaat bagi umat Islam yang mampu menjadikannya sebagai teman dalam kehidupan. Berkah Al-Qur’an inilah yang dirasakan oleh salah satu santri sekaligus alumni Pesantren Pandanaran Yogyakarta, Yusuf Baihaqi sampai mampu meraih gelar Profesor dan menjadi Guru Besar Ilmu Tafsir di UIN Raden Intan Lampung. Kisah perjalanan pendidikan Rais Majelis Ilmi JQHNU Provinsi Lampung ini disampaikan saat memotivasi para santri, orang tua, dan jamaah pada wisuda Tahfid dan Haul Masyayikh di Pesantren Tahfidzul Quran Al Husna Pringsewu, Ahad (9/6/2024). Bermula saat Prof Yusuf kecil nyantri di Pesantren Pandanaran asuhan K.H. Mufid Mas’ud. Saat menghafal Al-Qur’an tersebut, dilema sempat dihadapi ketika ia sudah bisa menghafalkan 15 juz Al-Qur’an. Saat itu orang tuanya datang ke pesantren dengan niat menjemput pulang untuk mendaftar beasiswa kuliah di Mesir.Namun, Kiai Mufid ternyata tidak mengizinkan Yusuf untuk putus di tengah jalan. Kiai Mufid meminta orang tua Yusuf untuk merelakannya menyelesaikan menghafal Al-Qur’an 30 juz. “Nggak saya izinin Yusuf keluar. Saya izinin kalau dia sudah khatam Al-Qur’an,” kata Prof. Yusuf menyampaikan dawuh kiainya. “Nanti selesai khatam Al-Qur’an, beasiswa akan datang lagi tahun depan. Yusuf ini, insyaAllah kalau nurut, selesai khataman Al-Qur’an nanti dapat beasiswa, ujung-ujungnya jadi guru besar ilmu tafsir,” kata Prof Yusuf mengungkap prediksi Mbah Mufid yang saat ini menjadi kenyataan. Menurutnya, perjalanan yang mengiringi pendidikannya, tidak lepas dari barakah Al-Qur’an dan arahan dari kiainya. “Insyaallah saya santri yang baik. Jadi apa kata kiai, saya nurut. Para santri, nurut sama kiai, InsyaAllah berkah,” imbau pria yang menghatamkan Al-Qur’an dalam waktu 2 tahun ini. Semenjak memiliki tekad untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an inilah kebaikan dan keberkahan dirasakannya dalam setiap proses meraih cita-cita. setiap langkah orang yang selalu bersama Al-Qur’an. “Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,” katanya mengutip makna ayat Al-Qur’an surat Al Anam ayat 155. Setelah khatam menghafal Al-Qur’an di Pesantren Pandanaran, ia pun mengikuti tes beasiswa di Universitas Al Azhar Mesir dan lulus di antaranya karena hafal 30 juz. Setelah itu, di jenjang doktoral yang ditempuh di Sudan, ia pun berhasil lulusan dan meraih nilai cumlaude karena berkah hafal Al-Qur’an. Penguji disertasinya mengatakan bahwa nilai Cumlaude yang didapatkannya bukan saja berasal dari jawaban-jawaban yang ia sampaikan dalam ujian, namun juga karena ia adalah penghafal Al-Qur’an. “Luar biasa kebaikan-kebaikan yang saya dapatkan dalam perjalanan hidup saya ini, tidak jauh-jauh dari Al-Qur’an,” ungkapnya. Termasuk saat proses meraih gelar Profesor, ia mengungkapkan bahwa ia terus memanjatkan doa setelah membaca Al-Qur’an dengan doa menggunakan bahasa Indonesia agar bisa meraihnya. “Saya mengalami betul, betapa ketika kita dekat dengan Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan memberikan syafaat dan kebaikannya kepada kita,” katanya. Ia pun menjelaskan bahwa mendapat keberkahan tidak hanya dengan menghafal Al-Qur’an. Hal ini bisa dilakukan dengan senantiasa intens berinteraksi bersama Al-Qur’an melalui membacanya dan berupaya mengamalkan isi kandunganya. Prof Yusuf pun menegaskan, tidak ada kata terlambat untuk umat Islam yang ingin menghafal Al-Qur’an. Sehingga ia mengajak kepada para santri untuk terus menambah dan menguatkan hafalan sampai dengan 30 juz. Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang di dalamnya termaktub firman-firman Allah yang penuh dengan keberkahan. Al-Qur’an mampu memberi keberkahan dan syafaat bagi umat Islam yang mampu menjadikannya sebagai teman dalam kehidupan. Berkah Al-Qur’an inilah yang dirasakan oleh salah satu santri sekaligus alumni Pesantren Pandanaran Yogyakarta, Yusuf Baihaqi sampai mampu meraih gelar Profesor dan menjadi Guru Besar Ilmu Tafsir di UIN Raden Intan Lampung. Kisah perjalanan pendidikan Rais Majelis Ilmi JQHNU Provinsi Lampung ini disampaikan saat memotivasi para santri, orang tua, dan jamaah pada wisuda Tahfid dan Haul Masyayikh di Pesantren Tahfidzul Quran Al Husna Pringsewu, Ahad (9/6/2024). Bermula saat Prof Yusuf kecil nyantri di Pesantren Pandanaran asuhan K.H. Mufid Mas’ud. Saat menghafal Al-Qur’an tersebut, dilema sempat dihadapi ketika ia sudah bisa menghafalkan 15 juz Al-Qur’an. Saat itu orang tuanya datang ke pesantren dengan niat menjemput pulang untuk mendaftar beasiswa kuliah di Mesir. Baca Juga: UIN Jakarta Jadi PTKIN dengan Profesor Terbanyak di Indonesia Namun, Kiai Mufid ternyata tidak mengizinkan Yusuf untuk putus di tengah jalan. Kiai Mufid meminta orang tua Yusuf untuk merelakannya menyelesaikan menghafal Al-Qur’an 30 juz. “Nggak saya izinin Yusuf keluar. Saya izinin kalau dia sudah khatam Al-Qur’an,” kata Prof. Yusuf menyampaikan dawuh kiainya. “Nanti selesai khatam Al-Qur’an, beasiswa akan datang lagi tahun depan. Yusuf ini, insyaAllah kalau nurut, selesai khataman Al-Qur’an nanti dapat beasiswa, ujung-ujungnya jadi guru besar ilmu tafsir,” kata Prof Yusuf mengungkap prediksi Mbah Mufid yang saat ini menjadi kenyataan. Menurutnya, perjalanan yang mengiringi pendidikannya, tidak lepas dari barakah Al-Qur’an dan arahan dari kiainya. “Insyaallah saya santri yang baik. Jadi apa kata kiai, saya nurut. Para santri, nurut sama kiai, InsyaAllah berkah,” imbau pria yang menghatamkan Al-Qur’an dalam waktu 2 tahun ini. Semenjak memiliki tekad untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an inilah kebaikan dan keberkahan dirasakannya dalam setiap proses meraih cita-cita. Baca Juga: Bertambahnya Guru Besar PTKIN Diharap Tingkatkan Invensi dan Inovasi Bermanfaat bagi Masyarakat ia sangat yakin keberkahan akan mengiringi setiap langkah orang yang selalu bersama Al-Qur’an. “Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,” katanya mengutip makna ayat Al-Qur’an surat Al Anam ayat 155. Setelah khatam menghafal Al-Qur’an di Pesantren Pandanaran, ia pun mengikuti tes beasiswa di Universitas Al Azhar Mesir dan lulus di antaranya karena hafal 30 juz. Setelah itu, di jenjang doktoral yang ditempuh di Sudan, ia pun berhasil lulusan dan meraih nilai cumlaude karena berkah hafal Al-Qur’an. Penguji disertasinya mengatakan bahwa nilai Cumlaude yang didapatkannya bukan saja berasal dari jawaban-jawaban yang ia sampaikan dalam ujian, namun juga karena ia adalah penghafal Al-Qur’an. “Luar biasa kebaikan-kebaikan yang saya dapatkan dalam perjalanan hidup saya ini, tidak jauh-jauh dari Al-Qur’an,” ungkapnya. Termasuk saat proses meraih gelar Profesor, ia mengungkapkan bahwa ia terus memanjatkan doa setelah membaca Al-Qur’an dengan doa menggunakan bahasa Indonesia agar bisa meraihnya. “Saya mengalami betul, betapa ketika kita dekat dengan Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan memberikan syafaat dan kebaikannya kepada kita,” katanya. Ia pun menjelaskan bahwa mendapat keberkahan tidak hanya dengan menghafal Al-Qur’an. Hal ini bisa dilakukan dengan senantiasa intens berinteraksi bersama Al-Qur’an melalui membacanya dan berupaya mengamalkan isi kandunganya. Prof Yusuf pun menegaskan, tidak ada kata terlambat untuk umat Islam yang ingin menghafal Al-Qur’an. Sehingga ia mengajak kepada para santri untuk terus menambah dan menguatkan hafalan sampai dengan 30 juz. Sementara Pengasuh Pesantren Al Husna KH Abdul Hamid berharap kisah inspiratif ini mampu menjadi motivasi santrinya untuk terus semangat menghatamkan hafalan Al-Qur’an. Ia berharap akan ada santri-santri asuhannya yang mengikuti jejak Prof Yusuf menjadi guru besar. Ia juga berpesan agar kualitas hafalan dijaga dengan baik. Mengutip sebuah maqalah yang tertulis di kompleks makam Kiai Arwani Kudus, ia pun mengingatkan santrinya. “Qolilun qarra, khoirun min katsirin farra. Sedikit tapi konsisten lebih baik daripada banyak namun terlepas.” ungkapnya. Hadir pada acara tersebut para tokoh yang juga hafidz Qur’an di antaranya Ketua JQH NU Provinsi Lampung yang juga Imam Masjid Istiqlal Jakarta KH Rafi’uddin Mahfudz, Mustasyar PCNU KH Sujadi, seorang hafidz alumni Pesantren Al-Asy’ariyah Kalibeber Wonosobo yang pernah menjadi Bupati Pringsewu dua periode. (Muhammad Faizin)
Sumber: https://arina.id/berita/ar-h4tk7/kisah-santri-pandanaran-raih-gelar-profesor-dari-berkah-al-qur-an