Pondok Pesantren Tahfizhul Qur'an Al-Husna
Berita  

Istilah Pondok Pesantren Menurut Dr. KH. Abdul Hamid

Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia.  pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, dan pendapat kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia.

Menurut pendapat pertama ada dua versi, yang berpendapat bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok orang, dilakukan di rumah-rumah, seperti yang tercatat di dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam As-Sabiqunal Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab, Afrika, dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut kiai, yang mewajibkan pengikutnya melakukan suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terdapat di kiri kanan masjid.

Pondok pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa Klasik seperti Serat Cobolek dan Serat Centini mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam Klasik dalam bidang Fiqih, Tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pondok pesantren.

Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah merupakan tempat di mana dimensi ekstorik (penghayatan secara lahir) Islam diajarkan, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk dan tersebar di Indonesia, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India. Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal dari kata Arab  FUNDUQ  yang berarti pesangrahan atau penginapan bagi para musafir. “Selain itu pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad jauh sebelum Indonesia merdeka dan sebelum kerajaan Islam berdiri”, ada juga yang menyebutkan bahwa pesantren mengandung makna keIslaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia.

Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah Sanskerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya ke mana pun pergi.

Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; santri, kiai dan asrama. Banyak dari kalangan yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kiainya, atau di sisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitu pula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik, dan keagamaan.

Selain itu juga menyebutkan bahwa kata pesantren yang berasal dari akar kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri. Para ahli berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti Guru mengaji.

Berbeda dengan pandangan Dr.KH.Abdul Hamid, M.Pd.I al-Hafizh selaku pendiri dan pengasuh PPTQ Al-Husna Bukit Raja Wali Pringsewu dan PPM Baitul Qur’an Pringsewu, menurutnya huruf atau kata dari istilah Pondok Pesantren itu sudah mewakili syarat rukun dan ruh berdirinya sebuah Pondok Pesantren dan juga termasuk output dari Pesantren itu sendiri.

Pertama huruf P: Pasrahkan pada Kiai.

adanya kiai atau pengasuh sebagai figur yang nunggoni (menjaga) serta memberi pengajaran kepada santri merupakan rukun pertama pondok pesantren. Artinya jika ingin memondokkan putra putrinya harus di Pasrahkan sepenuhnya pada sang kiai, Modal awal orang tua adalah harus mempunyai keikhlasan saat melepaskan anak ke pondok pesantren. Memondokkan anak adalah salah satu cara melaksanakan kewajiban mendidik anak dan mengarahkannya untuk mendapat ilmu agama yang lebih baik. Orang tua wajib membekali ilmu yang kelak dapat bermanfaat di dunia dan akhirat. Selain ikhlas, orang tua juga harus pasrah, dalam arti menyerahkan sepenuhnya anak ke pihak pondok pesantren untuk dididik, bukan dibuang, untuk diedukasi, bukan dipenjara. Sering kali, kasus santri tidak BETAH di pesantren terjadi akibat ibu yang belum merelakan sepenuhnya akan perpisahan sementara ini.

Kedua kata ONDO, sebuah istilah jawa, kalau indonesianya adalah TANGGA/Steger. Ada 3 komponen dalam ONDO ini yang saling berkaitan dan harus seimbang dan serasi serta se irama. Komponen pertama ada Tiang kanan di ibaratkan sebagai orang tua, selain orangtua harus ikhlas dan pasrah dalam memondokkan anaknya, orang tua juga harus ikut mendoakan putra putrinya setiap habis sholat maktubah sisipkan fatihah untuk anaknya, terkhusus bagi santri baru, agar betah di Pon Pes, maka orang tuanya (khususnya ibu) menjelang tidur malammembaca surat alfatihah sebanyak 7 x lalu di tiupkan ke tempat tidur anaknya yang ada di Pondok Pesantren. Selain itu, untuk membantu bathiniyah anak, orang tua juga sering bersedekah atas nama anaknya yang sedang berada di pondok pesantren.

Selanjutnya komponen tiang kiri, ini di ibaratkan sebagai anak atau santri. Hal ini termasuk menjadi rukun kedua Pon Pes, yakni adanya santri mukim. Mengapa ada tambahan mukim? Hal ini karena ada tipe santri di masyarakat yang disebut “santri kalong”. Mereka datang ke pesantren atau ke masjid atau ke musala hanya untuk mengaji atau waktu salat saja, kemudian setelah itu kembali ke rumah masing-masing.

Sebagai santri pun juga harus semangat dalam tholabul ilmi,  belajar di pon pos,  bukan hanya orangtua yang tirakat di rumah. Keduanya, baik orangtua maupun anaknya harus sama-sama seimbang dan se irama agar ONDO tadi ini tidak roboh. Namun yang terjadi, ada orangtua yang semangat sedangakan anaknya malas, dan sebaliknya.

kemudian komponen yang ketiga adalah anak tangga, ini di ibaratkan dengan pondok pesantrennya,  hal ini termasuk rukun yang ke tiga, yakni harus ada asramanya. Termasuk juga di dalamnya ada tempat ibadah (masjid atau mushallah) hal ini yang menjadi rukun pon pes yang ke empat.

Jika ketiga komponen ini seirama, orangtuanya semangat, anaknya juga semangat, pengelolanya di pondok pesantren juga semangat, maka santri tadi akan bisa naik ke  ANAK TANGGA berikutnya sampai benar-benar menuju santri yang multitalenta, serba bisa dan serba siap terjun berdakwah di masyarakat.

Ketiga huruf K, maksudnya adalah KOMPLIT pendidikan di pesantren sangatlah komplit, kurikulumnya jelas dalam hal ini adalah kitab kuning atau dirasat islamiyyah. Pendidikan di Pondok Pesantren semuanya dipelajari, baik yang berkaitan dengan akhirat ataupun yang berkaitan dengan dunia. Pendidikan inilah yang menjadi rukun kelima . Jika kelima rukun-rukun (arkanul ma’had) ini terpenuhi maka sebuah lembaga dapat disebut sebagai Pondok Pesantren.

Selanjutnya yang keempat adalah kata PESANTREN, yakni pondok pesantren selalu memberikan PESAN-PESAN yang sesuai Tren nya. Hal ini masuk dalam ruhul ma’had yang ada tujuh,   Yaitu: Pertama NKRI dan nasionalisme. Kedua keilmuan. Ketiga keikhlasan. Keempat kesederhanaan. Kelima ukhuwah (persaudaraan).  Ukhuwah ini terbagi tiga: Islamiyah (keislaman), wathaniyah (kebangsaan), dan basyariyah (kemanusiaan). Ruhul ma’had yang Keenam adalah kemandirian. Kemudian yang Ketujuh adalah keseimbangan (tawazun) yaitu bagaimana para santri hidup di pesantren dijalani secara seimbang, baik itu persoalan ibadah, belajar, sosialiasi, dan lain-lain. Semua itu diajarkan dengan pesan-pesan yang sesuai tren atau zamannya. Sehingga para santri benar-benar menjadi santri yang multitalenta, serba bisa dan serba siap dalam berjuang di masyarkat.

  •  Ayo buruan menjadi keluarga besar kami di PPTQ AL-HUSNA BUKIT RAJA WALI

PRINGSEWU dan Baitul Qur’an.

Hubungi segera ke No Wa: 081274444248 dan 081369740662

Alamat :

PPTQ Al-Husna Bukit Raja Wali Pringsewu:

Jl. Lkr. Utara RT.05 RW.02 Pekon Podomoro Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu

PPM Baitul Qur’an :

Jl. SMAN 2 Pringsewu Perum Podomoro Indah Pekon Podosari Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu

Penulis: Ustadz A. gilang defansyah Al-HafizhEditor: Ustadz Wisnu Irvany
Mulai Chat
1
Butuh bantuan? Hubungi kami
PPTQ Al-Husna
Assalamualaikum wr.wb.
Selamat datang di PPTQ Al-Husna
Ada yang bisa kami bantu?
Jangan lupa Simpan nomor ini supaya kamu makin mudah mendapat informasi dari kami.